Sarjana Pengaspalan

Catatan Pribadi 17 September 2025

Sudah cukup lama saya tidak menulis. Banyak hal terjadi selama seminggu ini, tapi entah kenapa mood menulis saya malah hilang. Jadi, daripada memaksakan diri untuk membuat topik baru, kayanya lebih masuk akal kalau saya rekap saja apa-apa yang terjadi selama seminggu terakhir.

1. Sinusitis

Minggu lalu dimulai dengan sinusitis. Sehari penuh saya tidak bisa bangun. Wajahku sakit semua, mulai dari pangkal hidung, mata, hingga gigi. Untungnya, setelah full istirahat sehari, besoknya kondisiku jauh sudah lebih baik. Hidung masih mampet, tapi at least udah mulai bisa beraktivitas normal.

2. Upacara penerimaan mahasiswa baru

Akhirnya saya resmi menjadi mahasiswa baru jurusan teknik sipil. Dan sebagai orang yang (semoga) masih waras, saya harus mengatur ekspektasiku sejak awal. Kampusku bukanlah kampus yang terkenal. Selain itu, kebanyakan isinya adalah anak SMK bangunan atau D3 teknik sipil yang sedang “cari ijazah”. Jadi, besar kemungkinan materi kuliah tidak sedetail harapanku.

3. Tentang Thinking, Fast and Slow

Saya sudah masuk bagian akhir buku ini. Dari awalnya membahas psikologi, sekarang banyak mengarah ke behavioral economics. Saya sudah masuk di bab 28, Bad Events. Salah satu intinya adalah hal yang buruk itu terasa lebih kuat dibandingkan hal yang baik.

Contoh di buku ini adalah sopir-sopir taksi di New York. Mereka lebih memilih bekerja lebih keras di hari yang sepi demi mengejar target. Sedangkan di hari yang ramai, mereka lebih memilih kerja santai karena dengan bekerja sebentar target sudah tercapai. Padahal kalau dilogika, bekerja keras di hari yang ramai jauh lebih menguntungkan jika dilihat dari sudut pandang waktu kerja vs penghasilan yang dibawa pulang.

Masih banyak insight baru lain yang saya pelajari dari buku ini. Mungkin suatu saat akan saya buat rangkuman seperti buku Exercised.

4. YouTube - Hasan Minhaj dan Gabor Maté

Link video

Ini adalah podcast kedua Hasan Minhaj yang saya tonton. Yang seru dari sesi ini adalah alur percakapan Hasan dan Gabor lebih seperti sesi konseling psikologi daripada sesi podcast. Dan sebagai orang yang highly sensitive sekaligus tidak punya sense of time, saya cukup bisa relate dengan apa yang dirasakan oleh Hasan Minhaj 😞.

5. Cara membaca (atau menonton) aktif

Link video

Pernah nyoba nyari video-video tips — di Tiktok, Instagram, YouTube, atau media lain — kemudian kita berpikir, “wah, ini berguna banget!” dan lanjut menonton video-video serupa lainnya. Tapi sejam kemudian, hampir semuanya hilang dari kepala. Video dari Rachelle in Theory ini menawarkan cara supaya informasi yang kita konsumsi benar-benar nyangkut. Tipsnya lebih untuk media belajar berupa buku, tapi bisa dipraktikkan untuk semua media. Versi ringkasnya:

  1. Buat anotasi singkat + detil lokasi (halaman untuk buku, timestamp untuk YouTube, link untuk TikTok, dll). Sertakan pendapat singkat, misal “masuk akal, sesuai teori psikologi” atau “harusnya gak gini, deh”
  2. Catat ulang semua hal yang menarik di buku. Cara pencatatannya “kata demi kata”. Harus persis seperti tulisan atau ucapan di video.
  3. Coba terangkan apa yang dimaksud penulis/content creator di poin 2
  4. Sertakan opini/perasaan atas tulisanmu di poin 3. Boleh setuju, tidak setuju, marah, atau apapun.
  5. Aplikasikan hal yang baru kamu pelajari. Medianya bisa berupa: 1) ngajarin ke orang lain, 2) langsung diterapkan di kehidupan, 3) buat konten tentang hal baru tersebut, 4) tulis di tempat lain yang langsung bisa diaplikasikan.

Konsekuensinya, membaca (atau menonton) secara aktif akan mengurangi konsumsi informasi. Di era yang sekarang, hal itu justru bagus. Di era yang banjir informasi singkat ini, kita butuh pengetahuan yang lebih mendalam, bukan melebar.

6. Online course edX

Phew. Akhirnya selesai juga course Fundamentals of Neuroscience, Part 2: Neurons and Networks. Kalau boleh jujur, materinya sebenernya lebih ringan dibandingkan Bagian 1: The Electrical Properties of the Neuron. Fokus dari Bagian 2 ini lebih ke synapse atau sambungan antar neuron (sel otak). Well, sebenernya kata sambungan gak tepat juga sih. Synapse itu lebih seperti “ruang kosong” antara 2 neuron, meskipun realitanya ada juga yang synapse yang nyambung. Detailnya bikin pusing lah pokoknya 🤮.

Prinsip kerja synapse ini sebetulnya sederhana. Aliran listrik yang mengalir dari inti neuron ke ujung itu akan diteruskan ke sel otak yang lain. Di ujung sel otak sumber (pre-synaptic), ada partikel kimia yang dilepaskan untuk kemudian ditangkap oleh receptor-receptor di bagian penerima (post-synaptic) dari sel otak tujuan. Nah, para receptor ini akan menghasilkan denyut listrik yang nantinya mengalir ke inti neuron → ujung sel → diteruskan ke neuron selanjutnya. Begitu terus diulang-ulang. Detilnya lebih njelimet, karena receptor sendiri ada berbagai jenis dan senyawa kimia yang dilepas oleh pre-synaptic juga tidak selalu bertujuan sebagai trigger yang bisa langsung diterima dan menghasilkan sinyal listrik. Ada juga senyawa kimia yang berfungsi sebagai modulator (mengubah pola kerja sel) seperti hormon.

Uniknya, tidak semua post-synaptic itu bersifat “meneruskan” sinyal listrik (excitatory). Beberapa justru didesain untuk menghentikan sinyal listrik (inhibitatory). Awalnya saya bingung, kan semakin banyak “koneksi” antar neuron yang saling mengaktivasi harusnya semakin baik ya? Kenapa harus ada inhibitor atau rem?

Ternyata, kalo otak itu tidak direm, pemilik otak bisa gila. Sekarang coba dipikir, apa sekarang kamu “merasakan” gesekan antara kulitmu dengan bajumu. Kalo otak kita setiap detik merespon secara excitedly semua sinyal syaraf sensorik dan lanjut memikirkan setiap milimeter kulit yang bergesekan dengan baju yang kita pakai, apa nggak bikin gila? Makanya rem otak itu penting. Itulah salah satu kegunaan inhibitator, buat “filter” mana yang perlu diproses lebih lanjut di neuron selanjutnya, mana yang harus di stop.

Kayanya sih konsepnya gitu, gak tau juga kalau ternyata salah wkwkwkwk.

Bagian lain yang menarik adalah tentang bagaimana cara otak kita belajar dan melupakan sesuatu. Ada satu fatwa yang dikemukakan oleh Donald Hebb:

“Neurons that fire together wire together. Neurons out of sync lose their link.”

Contoh di kehidupan, misal di awal main gitar, kita belajar kunci C. Boro-boro mau nyanyi, buat mencet senar biar bunyi aja susahnya setengah mati. Tapi setelah latihan berulang-ulang, neuron di visual cortex, auditory cortex, dan motor cortex sering aktif secara bersamaan. Akhirnya, setelah beberapa bulan, kita cuma melihat huruf “C” di atas lirik aja jari kita udah bisa gerak sendiri tanpa harus mikir. Untuk melupakan sesuatu juga sama alurnya, cuma dibalik aja.

Anyway, intinya keisengan saya semakin membuat saya terjerumus ke dalam lubang pengetahuan yang gak tau bakal kepake apa enggak wkwkwkw. Sekarang waktunya menggali lubang semakin dalam, masuk ke bagian 3: The Brain.


Sementara itu dulu yang bisa saya tulis di sini. Mudah-mudahan mood nulisku segera balik lagi. 😮‍💨

#biology #inner-dialogue #reading