Sarjana Pengaspalan

Excerpt from Exercised: Part 1

Jadi ceritanya, hampir sebulan yang lalu saya selesai membaca buku Daniel Lieberman yang berjudul Exercised: Why Something We Never Evolved to Do Is Healthy and Rewarding. Dari tulisan di buku itu, banyak hal yang membuka mata saya.

Awalnya ego saya (sebagai pelari yang masih pemula tapi bisa lari 30km per minggu) merasa terusik. Kenapa? Karena Lieberman menganggap pernyataan “duduk kelamaan itu bikin penyakit” hanyalah mitos. Dalam hati saya (sebagai orang sok sehat) langsung nyinyir, “Ah, paling dia anggota kaum rebahan.” Setelah saya telusuri, ternyata Daniel Lieberman itu rutin lari 60-70km per minggu!

Jadi, ada yang menarik di sini. Lieberman mengajarkan saya untuk selalu berusaha objektif dan mewaspadai confirmation bias. Orang yang hobi berolahraga secara insting akan langsung setuju dengan pendapat bahwa “olahraga adalah hal yang natural bagi manusia” atau “banyak duduk bikin penyakit”. Namun Lieberman berusaha untuk objektif dan melihat dari sudut pandang yang lebih luas.

Seri (kalo niat ngelanjutin 😛) Excerpt from Exercised adalah sedikit rangkuman dari mitos-mitos yang dibahas Lieberman di buku itu.


1️⃣ Mitos: Manusia Berevolusi untuk Berolahraga

Suku Tarahumara di Meksiko memiliki festival lokal rarájipari di mana peserta lari menggiring bola sejauh ±110 kilometer selama 13 jam. Lieberman mendatangi salah satu tetua suku yang dulu juara rarájipari dan bertanya seperti apa metode latihan yang dulu dia lakukan. Tetua suku itu tertawa dan balik bertanya, “Latihan itu apa? Lari? Ngapain lari kalo gak ada tujuan? Kami lari cuma kalo ngejar kambing”.

Ternyata suku Tarahumara (yang sebagian besar adalah petani susbsisten1) tidak pernah memiliki jadwal khusus latihan. Yang mereka lakukan hanya hidup biasa, berjalan, bertani, dan menggembala kambing. Mereka sama sekali tidak memiliki metode latihan yang diwariskan turun-temurun, apalagi latihan dengan istilah keren seperti MAF, Tempo Run, Pyramid Fartlek, ataupun menu latihan modern lainnya.

Kemudian Lieberman mencoba melihat suku yang masih hidup dengan berburu-meramu. Asumsi dasarnya, suku yang berburu meramu adalah jalur evolusi “normal”. Suku-suku yang berburu-meramu di Afrika, Asia, dan tempat lain bekerja rata-rata 7 jam sehari. Tujuh jam tersebut sebagian besar dihabiskan untuk aktivitas fisik ringan seperti berjalan dan paling banyak satu jam aktivitas fisik sedang hingga berat seperti berlari.

Untuk membandingkan aktivitas fisik antara suku berburu-meramu dengan masyarakat “modern”, metric yang digunakan adalah Physical Activity Level (PAL). PAL dihitung dari rasio seberapa banyak energi yang dikeluarkan dalam sehari dibagi dengan energi minimal yang dibutuhkan tubuh kalau tidak beranjak sama sekali dari tempat tidur.

Jenis PAL
Pekerja kantoran 1,4 – 1,6
Pekerja kantoran + olahraga 1 jam per hari 1,7 – 2,0
Pekerja fisik (tukang, kuli, dll) 1,7 – 2,0
Suku tradisional berburu meramu 1,8 – 1,9
Petani subsisten 1,9 – 2,1
Mamalia liar (rata-rata) 3,3

Dari data tersebut, Lieberman berpendapat bahwa olahraga bukan merupakan jalur evolusi “normal” manusia. Evolusi yang normal bagi manusia adalah melakukan aktivitas fisik ringan selama 6 jam dan satu jam aktivitas fisik sedang hingga berat. Dalam kondisi modern di mana aktivitas fisik adalah sebuah pilihan alih-alih kebutuhan (ke kantor bisa naik mobil daripada jalan, naik lift daripada tangga), olahraga hanyalah “kompensasi” untuk mendekati pola hidup natural sesuai jalur evolusi.

Those of us who no longer engage in physical labor to survive must now weirdly choose to engage in unnecessary physical activity for the sake of health and fitness. In other words, exercise.


2️⃣ Mitos: Malas bukan Kodrat Manusia

Sebelum menuduh malas adalah dosa, mari berkenalan dengan beberapa istilah dalam ilmu gizi untuk mengukur kebutuhan energi.

Basal Metabolic Rate (BMR) adalah energi minimal untuk sekadar hidup (anggap tubuh dalam kondisi koma). Resting Metabolic Rate (RMR) sedikit lebih tinggi karena dihitung ketika kita duduk seharian. Sedangkan Daily Energy Expenditure (DEE) adalah total energi semua aktivitas selama sehari.

Seorang laki-laki post-industrial dengan berat badan 82kg memiliki RMR ≈1.700kcal dan BMR sekitar ≈1.530kcal (10% lebih rendah dari RMR). Dengan asumsi DEE rata-rata ≈2.500kcal per hari, maka kira-kira bisa dibuat perbandingan seperti ini.2

DEE RMR RMR:DEE BMR BMR:DEE
2.500 1.700 68% 1.530 61%

Poin pertama: Sekadar bertahan hidup itu butuh energi besar. Manusia dalam posisi koma aja butuh 61% dari rata-rata konsumsi energi hidup. Dalam kondisi yang lebih umum, duduk santai gak ngapa-ngapain aja menghabiskan 68% dari total konsumsi energi harian. Jalan dari parkiran, mandi, antre ATM, dan aktivitas fisik lainnya ternyata hanya membutuhkan sepertiga dari konsumsi energi harian.

Bisakah BMR ditekan lebih jauh?

Bisa. Jadi, poin kedua adalah: tubuh manusia itu sangat adaptif dalam mengelola pengeluaran energi. BMR pun masih bisa di-adjust lagi ketika kondisi memaksa. Dalam Minnesota Starvation Experiment (1945), relawan diberi asupan minim sambil tetap diminta berjalan 35 km/hari selama 35 minggu. BMR mereka turun drastis, dari 1.590 ke 964 kcal.

Tapi, poin ketiga: selalu ada harga yang harus dibayar. Dalam kondisi kelaparan ekstrim, tubuh membuat skala prioritas. Tubuh memprioritaskan organ “vital” seperti otak tapi menghentikan beban yang “opsional” seperti sistem reproduksi. Beberapa organ tubuh yang “bisa dikurangi”, konsumsi energinya juga mengalami adaptasi: otot berkurang 40%, jantung juga menjadi lebih kecil sekitar 17%, hati dan ginjal juga mengalami penurunan volume.

Dari BMR, kita geser dikit ke evolutionary biology.

Ada 5 hal jalur konsumsi energi di tubuh: 1) tumbuh dan reparasi, 2) mempertahankan metabolisme, 3) menyimpan energi (yang nanti bisa dipake lagi), 4) aktivitas fisik, dan 5) reproduksi. Karena hukum fisika, energi itu hanya bisa dipakai untuk satu hal. Jadi kalau energi yang sudah dipakai untuk tumbuh, tidak bisa dipakai lagi untuk reproduksi.

Semua jalur konsumsi energi itu punya tingkatan. Seperti yang terjadi di Minnesota Starvation Experiment di atas, para relawan sudah memasuki level terakhir (metabolisme). Untuk sampai ke tahapan ekstrim ini, sebelumnya tubuh para relawan pasti sudah beradaptasi di level penyimpanan energi, reproduksi, dan aktivitas fisik (yang opsional, bukan yang disyaratkan di eksperimen).

Sekarang, poin keempat: dari kacamata seleksi alam, reproduksi itu memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas fisik. Sebuah spesies tidak akan bertahan tanpa proses reproduksi. Insting untuk menghindari aktivitas fisik yang tidak diperlukan adalah adaptasi pragmatis makhluk hidup yang sudah terjadi selama jutaan tahun.

Manusia bahkan jauh lebih selektif dalam melakukan aktivitas fisik yang tidak mendukung fungsi reproduksi. Karena yang dimaksud fungsi reproduksi di sini tidak hanya tentang aktivitas seksual, tapi juga tentang menjaga dan membesarkan keturunan sampai mereka siap bereproduksi kembali. Bagi homo sapiens, membesarkan anak adalah tambahan konsumsi energi yang sangat besar, mengingat bayi manusia lahir dalam kondisi yang sangat lemah dan belum bisa mencari sumber energi sendiri sampai waktu yang lebih lama dibandingkan mamalia lain.3

Stated simply, we evolved to be as inactive as possible. Let’s banish the myth that resting, relaxing, taking it easy, or whatever you want to call inactivity is an unnatural, indolent absence of physical activity. Rather than blame and shame each other for taking the escalator, we’d do better to recognize that our tendencies to avoid exertion are ancient instincts that make total sense from an evolutionary perspective.


Kalau sekarang kamu baca tulisan ini sambil malas-malasan, tenang aja. Kamu tidak malas, kamu hanya sedang patuh pada insting evolusi. Saya pun juga patuh pada insting evolusi, saya juga bertanya apakah seri ini akan lanjut lagi 😌.

Catatan kaki:

  1. Petani yang menanam makanan dan memelihara ternak terutama untuk kelangsungan hidup dan konsumsi keluarga mereka sendiri, dengan sedikit atau tidak ada surplus untuk dijual atau diperdagangkan

  2. Hanya perhitungan kasar menggunakan angka yang ada di buku tersebut. Dalam ilmu gizi, ada beberapa model perhitungan lain.

  3. Pontzer, H., et al. (2016). Metabolic acceleration and the evolution of human brain size and life history. https://doi.org/10.1038/nature17654

#physical-exercise