Sebuah Pembelaan untuk Tulisan Jelek
Jadi, pada intinya saya sendiri tidak tahu mau nulis apa. Ada beberapa topik, sih. Tapi menurut saya semuanya terlalu berat untuk ditulis on the fly. Akhirnya saya memutuskan buat ngarang bebas aja. Mencoba menulis semua tanpa kebanyakan edit.
Mungkin post yang ini tidak terlalu terstruktur dan banyak revisi seperti dua post sebelumnya. Tapi poin yang ingin aku coba di sini adalah salah satu step crash and burn yang ada di buku Storyworthy karangan Matthew Dicks. Di buku itu, Matthew menyarankan untuk menulis apapun yang ada di kepala kita selama lima menit. Saya ulangi ya apapun yang ada di kepala. Tanpa sensor, tanpa editan. Fungsinya adalah untuk melatih kita mengungkapkan apa yang ada di kepala, bukan mencari hasil tulisan terbaik.
Awalnya aku ingin tulisan ini seperti crash and burn. Tapi setelah saya pikir-pikir, kok kayanya terlalu ekstrem untuk dibawa ke ranah publik wkwkwkwk. Kenapa terlalu ekstrem? Karena syarat untuk nulis model ini ada 3:
Gak boleh terpaku sama satu ide.
Jadi, misal kalau lagi nulis tentang cuaca yang mendung dan suasana romantis terus tiba-tiba kepikiran kalo kemarin lagi mencret, gak boleh bertahan pada ide mendung yang romantis. Tulisan tetap harus dibawa ke arah malfungsi organ gastrointestinal (mencret). Untuk setiap topik yang terputus, dikasih tanda garis miring
/
sebagai tanda topik baru. Contohnya begini.Hari ini adalah hari Jumat tanggal 13 / Katanya 13 itu angka sial, tapi aku sendiri gak percaya bahwa kesialan itu ada / Jangkrik di belakang bunyi / Tinitus / Itu burung atau apa sih, kok suaranya aneh / dst…
Gak boleh nge-judge ide yang muncul
Sejelek apapun atau se-absurd apapun idenya, kamu gak boleh memberikan penilaian ketika menulis. Karena tujuan metode ini bukan untuk mencari karya yang bagus, tapi sebagai brainstorming ide sekaligus kontemplasi bagaimana cara otak kita untuk mengaitkan hal-hal yang bersliweran di kepala. Trust me ketika kamu udah selesai dan kamu baca ulang, terkadang kamu kagum sendiri dengan bagaimana otak kamu mengaitkan hal-hal yang seharusnya tidak ada hubungannya sama sekali.
Alat tulis gak boleh berhenti.
Cukup jelas. Gak boleh berhenti menulis. Kalau kita lagi buntu, kita bisa nulis urutan angka (
satu... dua ... tiga...
) nama-nama warna pelangi, atau urutan apa pun yang nyantol di kepala.
Saya pernah mencoba mempraktikkan metode ini. Hasilnya cukup mengejutkan, banyak ide-ide segar yang bisa diambil dari tulisan yang (benar-benar) random ini. Tapi ending-nya tetap butuh eksekusi dan editing juga sih. Tapi intinya, model crash and burn ini cukup ampuh buat orang yang lagi buntu idenya.
Nah, balik lagi ke post ini. Awalnya saya nyoba nulis model begitu. Tapi baru lima kalimat kok kayanya banyak yang tidak pantas untuk dipertontonkan di muka umum ya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Tetap menulis dengan cara mengalir, boleh diedit kalo typo, tapi strukturnya tidak boleh diedit. Harapannya sih cuma biar aku terbiasa untuk menulis aja.
Dan jadilah tulisan ini. Dari yang awalnya ingin bahas apa yang aku pelajari dari buku Exercised karangan Daniel Lieberman, ujung-ujungnya jadi racauan yang tidak terstruktur seperti ini.
Selamat malam. Selamat berhari Rabu.